Banyak orang yang meremehkan seseorang yang tidak berpendidikan tinggi. Hanya tamat SD, SMP, atau SMA terkadang memang sering dipandang sebelah mata. Apalagi jika sedang melamar pekerjaan, biasanya beberapa perusahaan besar memiliki persyaratan yang ketat terhadap jenjang pendidikan, tanpa melihat pengalaman maupun skill yang dipunya terlebih dahulu. Tapi ada juga beberapa perusahaan kecil yang lebih memilih karyawan berpengalaman, pendidikan tidak diutamakan.
Tapi saat ini, nampaknya jenjang pendidikan yang tinggi tak lagi menjadi jaminan utama seseorang bisa sukses dan menjadi kaya raya. Buktinya, saat ini banyak orang yang sukses dan kaya raya tetapi tidak pernah lulus dari perguruan tinggi.
|
Sekitar 35 Persen Miliarder Dunia Ternyata Tak Pernah Lulus Kuliah |
Seperti dikutip dari laporan resmi Wealth-X bertajuk `Billionaire Census 2014`, sekitar 814 miliarder atau sekitar 35 persen dari seluruh total miliarder terkaya dunia tahun ini tidak pernah lulus dari perguruan tinggi. Beberapa di antara miliarder terkaya dunia tersebut bahkan tidak lulus sekolah menengah atas. Sementara beberapa miliarder pernah duduk di bangku kuliah tapi kemudian keluar begitu saja. Sebaliknya, sebanyak 65 persen kalangan konglomerat terkaya dunia ternyata pernah merasakan nikmatnya lulus kuliah. Dari seluruh miliarder yang lulus kuliah, sebanyak 26 persen diantaranya menyandang gelar sarjana. Sekitar 21 persen konglomerat terkaya dunia berstatus master bisnis dan 11 persen lainnya bahkan menyandang gelar Ph.D.
Tahun ini, total miliarder terkaya dunia kembali menyantuh angka tertinggi sepanjang sejarah sebanyak 2.325 orang. Total kekayaan seluruh miliarder terkaya tersebut mencapai US$ 7,3 triliun. Berdasarkan penelitian Wealth-X, sebagian besar orang terkaya di dunia mencetak harta dan kekayaannya dari usaha sendiri. Sebanyak 63 persen dari total miliarder yang ditelusuri perusahaan nasional tersebut mendirikan bisnisnya sendiri. Sebagian kecil darinya berhasil menjadi kaya raya karena warisan dari orang tua sambil mendirikan usaha sendiri. Sejauh ini, Amerika Serikat masih tercatat sebagai pencetak